Akademisi Fakultas Hukum dari Universitas 45 Mataram Dr. Ahmad Rosidi, SH.,MH (foto/istimewa)


SUARANUSRA.COM - Kejaksaan Tinggi NTB (Kejati NTB)  Perlu Mengutamakan “Restorative Justice” sebagai Solusi Penyelesaian Dugaan Kasus Korupsi NTB Convention Center (NCC)


Ramainya pemberitaan media baru-baru ini terkait dugaan korupsi NTB Convention Center (NCC) memicu banyak perbicangan hangat di kalangan akademisi dan praktisi di wilayah NTB. 


Salah satunya adalah akademisi Fakultas Hukum dari Universitas 45 Mataram Dr. Ahmad Rosidi, SH.,MH sekaligus (Kepala LP5 UPATMA) yang menyoroti kasus tersebut.


Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi NTB (Kejati NTB) menetapkan nama mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Rosiady Husaenie Sayuti sebagai tersangka pada (13/02) lalu.


Dalam kasus itu Kejati NTB, mengatakan negara dirugikan senilai Rp15,2 M. Selain itu, Kejati NTB juga dikabarkan memeriksa mantan Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi.


Kejati NTB mentersangkakan Rosiady Sayuti melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 


Kasus ini merupakan pemanfaatan lahan NCC antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT. Lombok Plaza. 


Tahun 2012, Pemprov NTB memiliki beberapa tanah yang berlokasi di Jalan Bung Karno, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Luasnya 31.963 meter persegi. Tanah itu dikerjasamakan dengan PT. Lombok Plaza dalam bentuk Bangun Guna Serah (BGS).


Namun dalam proses kegiatannya, tidak berjalan sebagaimana yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). Sampai dengan saat ini, hasil kerja sama bangunan gedung NCC tidak pernah dibangun dan lahan tersebut dalam penguasaan PT Lombok Plaza. 


Selain itu, Pemerintah Provinsi NTB tidak pernah menerima kompensasi pembayaran dari PT. Lombok Plaza sebagaimana dalam perjanjian yang tertuang.


"Menurut pandangan saya, kasus ini adalah murni kasus Perdata, dimana Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu," katanya.


Sedangkan Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 


"BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: 1) Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan 2) tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut," paparnya.


Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri 19/2016) jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (PP 27/2014), dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014). 


"Saran kepada Kejati NTB agar menggunakan pendekatan restorative justice sebagai solusi meminimalisir permasalahan/konplik yang terjadi  karena terhadap kasus NTB Convention Center (NCC) perlu pendalaman dan kehati-hatian," bebernya.


Selain itu juga Sekda adalah penerima mandat dari Gubernur karena pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.


"Diingat juga Pak Rosiady inu penerima mandat, tentu yang tanggung jawab adalah pemberi mandat atau pejabat di atasnya," tandasnya. (SN/03)