Sri Dharen, SH., MH., MBA, kuasa hukum salah satu warga yang diduga menjadi korban mafia saat memberikan keterangan seusai mendatangi Kantor BPN Lombok Timur (foto/istimewa)


SUARANUSRA.COM– Dugaan praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat kembali terjadi di Lombok Timur. Kali ini salah seorang warga atas nama Yusron menjadi korban, karena objek tanahnya seluas 1 hektare di Pantai Cemara, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, tiba-tiba berpindah tangan dengan terbitnya SHGB atas nama perusahaan.


Terkait itu, Yusron, bersama kuasa hukumnya, Sri Dharen, SH., MH., MBA, mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Timur pada Jumat (31/1). Mereka menuntut agar sertifikat tanah yang diduga bermasalah segera dikembalikan.


Sengkarut ini bermula dari hilangnya sertifikat asli milik Yusron beberapa tahun lalu. Menurut Sri Dharen, Pengadilan Tinggi (PT) Mataram telah memutuskan pada tahun 2015 bahwa jual beli tanah tersebut tidak sah. Putusan ini diperkuat dengan penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) RI, yang menegaskan bahwa sertifikat harus dikembalikan ke pemilik.


Namun, pada tahun 2017, sertifikat tanah tersebut justru berpindah tangan ke pihak lain, memicu kecurigaan adanya permainan oknum di balik kasus ini. 


"Putusan sudah jelas, sertifikat harus kembali ke pemilik. Tapi anehnya, kok bisa tahun 2017 sertifikat masih bisa berpindah tangan? Ini ada yang tidak beres," tegas Sri Dharen.


Sri Dharen menduga adanya mafia tanah yang terlibat dalam persoalan ini, mengacu pada pernyataan Menteri ATR/BPN yang menyoroti praktik mafia tanah di berbagai daerah. Saat ini, tanah tersebut sudah dikuasai secara fisik oleh pemilik sah, namun secara administratif, sertifikatnya masih tercatat atas nama pihak lain.


Sri Dharen menegaskan bahwa pihaknya akan terus berjuang agar sertifikat tahun 2017 dibatalkan. Ia mendesak BPN Lombok Timur untuk bertindak cepat agar kasus ini tidak berlarut-larut. 


"Kalau hukum sudah bicara, ya harusnya selesai. Tidak bisa sertifikat yang sudah dibatalkan malah muncul lagi di tangan orang lain," katanya.


Jika tidak ada kejelasan, Sri Dharen mengancam akan membawa persoalan ini ke ranah hukum yang lebih tinggi, bahkan mempertimbangkan untuk melaporkan kasus ini ke Kementerian ATR/BPN. 


"Kami tidak menuduh siapa-siapa, tapi kalau ada oknum yang bermain, kami pastikan akan kami kejar," tegasnya.


Terkait itu, Kepala Kantor BPN Lombok Timur, I Komang Suarta, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan sebelum mengambil keputusan. Ia mengaku masih perlu meneliti isi putusan tersebut sebelum bertindak lebih lanjut. 


BPN juga akan melakukan penelitian terkait permohonan pemilik tanah, menekankan bahwa sertifikat tanah tidak bisa dibatalkan tanpa proses administrasi yang jelas.


"Hal itu kami lakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses hukum dan administrasi," pungkasnya. (SN/01)