Anggota DPRD Lombok Timur, Dedi Akwarizal saat mencecar Kepala BKSPDM Lombok Timur, Dr. Mugni (foto/istimewa)



SUARANUSRA.COM - Komisi I dan II DPRD Lombok Timur akhirnya mengambil sikap atas aspirasi dari tenaga honorer yang terkesan mendapat intimidasi dari Kepala BKPSDM Lombok Timur saat menerima perwakilan ribuan honorer yang melakukan aksi demonstrasi pada (20/01) kemarin.


Atas hal tersebut, komisi gabungan itu memanggil Kepala BKPSDM Lombok Timur, Dr. Mugni untuk dimintai penjelasan perihal kalimat yang dia lontarkan, dimana kalimatnya itu dinilai mengintimidasi honorer yang mencari keadilan atas status mereka selama ini.


Tanggapan datang dari Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dedy Akwarizal Febrianto. Kata dia, kalimat yang dilayangkan oleh Mugni dinilai tidak tepat, karena terkesan tidak memiliki empati kepada para honorer, yang notebene bagian dari tanggung jawan Mugni selaku Kepala BKPSDM Lombok Timur.


"Tolong hargai perjuangan mereka yang membantu pemerintah dalam melayani rakyat. Jangan lagi ada bahasa yang tidak tepat dan pantas, syukur-syukur saja mereka (honorer, red) mau bekerja," kata sosok yang juga mantan honorer itu. Selasa (21/01/2025)


Masih lanjut dia, pejabat terkait harus mengedepankan komunikasi yang humanis, terlebih lagi kepada para honorer yang meminta penjelasan terkait nasib mereka yang menginginkan kejelasan status menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


"Jika terbentur dengan aturan, apa salahnya dijelaskan dengan baik. Honorer itu adalah orang berpendidikan. Jangan anggap mereka sebagai subordinat dalam konteks kemarin itu (hearing, red). Jangan ada lagi pejabat yang arogan, baik kepada bawahan apalagi ke honorer," tegasnya.


"Terlebih lagi ke tenaga kesehatan, mereka bertaruh nyawa, apalgi di saat Pandemi Covid-19 lalu. Mereka harus dihargai, jangan dikit-dikit mau evaluasi, itu kan ancaman mau memecat, kok enak sekali dia (Mugni, red) ngomong seperti itu," imbuhnya.


Lanjut dia, sejatinya jelas Dedi Botak para pejabat terkait harus fokus pada substansi masalah. Yakni soal regulasi, skema dan atau besaran gaji yang layak bagi para honorer.


"Kita dengar istilah PPPK Paruh Waktu dan PPPK Full Time, status yang mirip sama tapi nasib nyaris bumi dan langit. Beban kerja sama tapi gaji jauh berbeda, itu masalahnya," ungkap legislator dari Dapil Lombok Timur III itu.


Jauh lebih penting lagi kata Dedi adalah solusi apa yang akan diambil oleh eksekutif, agar ada rasionalisasi dan atau penyesuaian gaji bagi para honorer yang akan berstatus PPPK Paruh Waktu.


"Coba mereka (eksekutif, red) buat road map untuk meningkatkan capaian PAD, itu baru menarik. Maksimalkan semua potensi di bumi Lombok Timur ini, lalu hasilnya untuk gaji PPPK Paruh Waktu dengan layak. Jangan lakukan intimidasi," cetusnya.


Dia pun menjamin, pihaknya akan mengawal semua aspirasi honorer, agar menjadi atensi dan dasar kebijakan eksekutif untuk meningkatkan kesejahteraan honorer di Lombok Timur. "Saya jamin akan saya kawal semuanya sampai rekan honorer bisa tersenyum," tandasnya. (SN/01)