(Direktur Selaparang Institut)
ZONASI diterapkan pada era Prof. Muhadjir yang menjadi Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI. Prof. Muhadjir adalah pengurus inti Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang dan juga Guru Besar Universitas Negeri Malang/IKIP Malang.
Zonasi adalah sistim penerimaan siswa baru untuk sekolah negeri tingkat SDN, SMPN, dan SMAN dengan membatasi radius asal peserta didik/siswa) untuk satu sekolah negeri. Artinya calon siswa baru yang berdomisili di wilayah tertentu hanya boleh mendaftar di sekolah yang menjadi radius di wilayahnya dan tidak boleh ke tempat lain kecuali memenuhi persyaratan khusus yang ditetapkan regulasi.
Zonasi terus berlanjut pada era Nadim Makarim menjadi Mendikbud Ristek. Bagaimanakah di era Prof. Abdul Mu'thi yang Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Guru Besar Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
Penerimaan peserta didik baru (PPDB) pasca zonasi diterapkan sering sedikit "gaduh". Mengapa gaduh? Karena masih ada oknum -oknum orang “pinter” yang tidak taat pada regulasi zonasi karena kepintarannya tidak digunakan untuk memahami " filosofis/tujuan /visi/hakikat/hikmah dari zonasi.
Filosofis zonasi adalah mutu untuk semua. Tidak ada, sekolah favorit karena semua sekolah favorit. Tidak ada lagi istilah SMA kota, dan SMA desa. Sekolah bukan tempat dan lokasinya tetapi gurunya, fasilitasnya dan muridnya. Siapa gurunya? Bagaimana fasilitasnya? Muridnya sudah pasti dari lingkungan sekolah? Mengapa sekolah bukan tempatnya? Dengan zonasi anak-anak dari zona satu sekolah harus masuk pada sekolah yang menjadi zonasinya. Mereka tidak boleh lagi melompat ke sekolah-sekolah yang istilahkan favorit sebelum zonasi diterapkan.
Biasanya SMAN/SMPN yang berlabel angka satu. Pasca zonasi ditetapkan SMAN/SMPN label ini akan sirna. Murid dari zonasinya dengan latar belakang keluarga dan kemampuan akademik yang beraneka ragam. Bukankah sebelum zonasi diterapkan sekolah-sekolah berlabel favorit diisi oleh anak-anak pinter dari berbagai wilayah atau kurang pinter tapi duitnya banyak atau orang tuanya berpangkat. Dengan zonasi pinter, berduit, berpangkat akan menyebar ke berbagai sekolah.
Ketidakpahaman beberapa orang "pinter" ini yang mengadu mungkin ke Wakil Presiden Mas Gibran Raka Buming sehingga saat menghadiri rapat koordinasi kadis dikbud propinsi dan kab/kota se-NKRI yang diselenggarakan oleh Kemendikdasmen saat sambutan beliau meminta Prof. Mu'thi untuk mencabut "Sistem Zonasi". Tentu Prof. Mu'thi memberi hormat tanda siap. Siap itu etika birokrasi.
Di depan umum apapun titah pimpinan/atasan harus " SIAP". Selama ini yang kita tahu tidak ada satu pun kebijakan pimpinan yang detik diucapkan itu harus dieksekusi. Seperti cabut zonasi. Sekiranya dicabut nanti bulan Juni 2025 eksekusinya. Sementara wapres bertitah bulan Nopember 2024. Masih ada waktu 6 bulan bagi Prof. Mu'thi mengadakan kajian dari berbagai sudut pandang dengan meminta pendapat berbagai pakar yang terkait tentang pendidikan. Kaji untung rugi zonasi.
Sepertinya yang rugi hanya pemilik rumah kos di sekitar SMAN/ SMPN di kota-kota yang dibilang selama ini favorit. Hasil kajian inilah yang harus, disampaikan kepada Mas Wapres bahwa kami tetapkan zonasi karena hasil kajian para, pakar seperti ini, atau kami cabut zonasi sebagaimana arah-arahan Bapak karena sesuai dengan kajian para pakar bahwa, Seharusnya tidak ada, ABS bila satu bidang dipegang/dikendalikan oleh ahlinya.
Saat rapat dengar pendapat perdana antara jajaran Kemendikdasmen dengan Komisi DPRI yang membidangi pendidikan, Prof. Abdul Mu'thi selalu menteri mempresentasikan/memaparkan visi pendidikan yang akan diaktualisasikan dalam kapasitas sebagai Menteri Dikdasmen adalah " Pendidikan bermutu untuk semua". Beliau juga memaparkan misi dan program yang akan dilaksanakan untuk aktualisasi visi tersebut. Kata kuncinya mutu dan semua.
Seluruh paparan yang disampaikan oleh Pak Menteri yang Sekjen PP Muhamadiyah ini diamini dan didukung oleh anggota DPR RI peserta dengar pendapat. Saat menjadi tamu istimewa pada acara one on one TV One yang dipandu oleh Arif Fadil, Pak Menteri ditanya tentang Zonasi, apa lanjut or stop? Pak Menteri menjawab tentang zonasi lanjut or stop akan disampaikan pada waktunya.
Yang jelas kementerian sudah mengadakan kajian tentang zonasi dengan mengundang para pakar dan keputusan tinggal akan disampaikan pada waktunya karena masa penerimaan peserta didik baru juga masih lama Juni- Juli masih ada waktu 5 - 6 bulan. Saat itu Pak Menteri menjelaskan dengan panjang lebar akan makna penting zonasi untuk mutu, kohesi sosial dan sekolah bukan statusnya negeri dan swasta, tetapi akreditasinya.
Akreditasi itu instrumennya satu antara negeri dan swasta. Asesornya juga sama yang diangkat dan di-SK-kan oleh pemerintah. Satu saat sang asesor menasismen akreditasi di sekolah negeri dan pada saat yang lain di sekolah swasta. Untuk itu zonasi bukan hanya untuk sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta. Jadi salah besar bila alasan menyetop zonasi karena sekolah negeri masih kurang.
Dari jawaban-jawaban Pak Menteri atas pertanyaan Arif Fadil dapat diprediksi bahwa Pak Menteri akan mempertahankan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru. Prediksi ini akan terdukung dengan pernyataan dari Pak Menteri saat menyampaikan sambutan pada resepsi Hari Guru Nasional di hadapan DPP PGRI bahwa Guru ASN mulai 2025 boleh mengajar di sekolah-sekolah swasta, kewajiban mengajar 24 jam tidak harus semuanya di depan kelas tetapi bisa dengan pembimbingan dan pengabdian masyarakat.
Guru juga tidak perlu lagi sibuk dengan urusan administrasi yang jelimet termasuk E-Kinerja yang akan disederhanakan. Maksimalisasi peran guru sebagai pendidik dan reaktualisasi dari tripusat pendidikan menjadi penting bagi mutu untuk semua.
Mutu untuk semua harus starting poinnya dari Zonasi. Penerimaan peserta didik baru (murid baru) dengan sistem zonasi. Sistem zonasi yang diperketat tanpa pengecualian. Dan, sekolah bukan status negeri atau swasta tetapi nilai akreditasinya.
Akreditasi sekolah itu dari C ( baik); B (baik sekali); dan A ( unggul). Nilai A/B/C di sekolah negeri sama, dengan nilai A/B/C di sekolah swasta. Mengapa sama? Karena instrumen asesmen untuk mendapatkan nilai itu sama. Rakyat harus diberikan pemahaman bahwa jangan gengsi dengan status swasta. Bukankah negeri ini merdeka karena perjuangan orang-orang yang sekolahnya di swasta? Di pondok pesantren. Bahkan di NTB sekian banyak tokoh dan pemimpin daerah ini alumni sekolah swasta, sebut saja TGH Zainul Majdi gubernur NTB dua periode adalah alumni Mu'allimin NW Pancor, H.M.Sukiman Azmy Bupati Lotim 2 periode alumni Mu'allimin NW Pancor, Zaini Arony Bupati Lobar 2 periode alumni SMA NW Pancor, Najmul Akhyar Bupati KLU pilkada 2024 masuk periode ke 2 alumni SMA NW Pancor, dan Gubernur terpilih NTB Dr. H. L. Muhammad Iqbal alumni Ponpes Assalam Solo dan Universitas Muhammadiyah Yogja.
Dari fakta-fakta ini tidak ada alasan untuk mempersoalkan Zonasi dengan alasan sekolah negeri terbatas/tidak cukup.
Zonasi akan menjadikan semua sekolah bermutu. Mutu akan dipengaruhi oleh kualitas guru dan fasilitas. Dengan zonasi murid- murid pinter akan terdistribusi di semua sekolah. Murid cerdas tidak lagi menumpuk pada satu dua sekolah yang termasuk favorit karena semua sekolah akan favorit.
Untuk mewujudkan semua sekolah bermutu maka tugas negara mendistribusikan guru secara merata. Guru-guru harus terus ditingkatkan kapasitasnya dangan berbagai pelatihan. Pertemuan-pertemuan guru untuk meningkatkan kapasitas harus dihidupkan dan dikembangkan seperti MGMP, KKG, MKKS, dan lain-lain. MGMP, KKG, MKKS dapat didesain menjadi salah satu kegiatan untuk mencukupi 24 jam kewajiban guru mengajar, dan lain-lain. Guru ASN boleh mengajar di sekolah-sekolah swasta jadi maskot untuk menyetarakan mutu sekolah negeri dan sekolah swasta.
Pemberian bantuan guru PNS ke sekolah-sekolah swasta telah dilaksankan sejak NKRI merdeka sebagai kontribusi negara untuk peran serta masyarakat dalam ikut mencerdaskan bangsa. Program ini terus berlanjut tanpa ada masalah. Tetapi tiba-tiba sepuluh tahun terakhir negara menarik guru-guru negerinya dari sekolah swasta tanpa alasan rasional.
Bukan guru-guru negeri yang diperbantukan di sekolah-sekolah swasta sebagai strategi negara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah swasta. Guru-guru negeri harus maksimal melaksanakan tugasnya karena ada regulasi PNS yang harus ditaati, seperti peraturan pemerintah tentang disipiln PNS.
Di samping itu guru-guru negeri ini bisa menjadi “intel” untuk negara tentang ketaatan sekolah/yayasan dalam melaksanakan kewajibannya dalam penyelenggaran pendidikan. Bila terjadi penyimpangan maka yang bersangkutan dapat melaporkan kepada instansi yang menugasinya sebagai guru yang diperbantukan/dipekerjakan (dpk).
Dengan demikian pembelajaran di sekolah swasta menjadi terus terkontrol. Pemberian/bantuan guru ASN untuk sekolah-sekolah swasta adalah visi Mendikdasmen mutu untuk semua.
Zonasi adalah mutu untuk semua maka fasilitas pendidikan harus terdistribusi merata di semua sekolah secara bertahap. Fasilitas utama yang harus terpenuhi adalah laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, dan lain-lain.
Pemberian bantuan ini harus berdasarkan observasi dan verifikasi yang valid bukan hanya berdasarkan proposal. Pelaksanaan Zonasi dalam PPDB harus terus disempurnakan. Pemerataan guru dan fasilitas sekolah harus terus diupayakan, maka visi mutu untuk semua akan menjadi kenyataan. Wallahuaklambissawwab.
Comments