Proses jalannya ekspose persetujuan restoratif justice 19 perkara yang dipimpin langsung oleh JAM-Pidum Kejagung RI (foto/istimewa)


SUARANUSRA.COM - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 19 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.


Salah satu perkara yang dikabulkan untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu perkara Rudi Himawan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.


Disampaikan oleh Kejari Lombok Timur, melalui Kasi Intelijen Bayu Pinarta, SH kronologi perkara itu bermula saat tersangka mendatangi rumah saksi korban Husnul Pahmi dengan maksud untuk meminjam sepeda motor milik Husnul Pahmi, kemudian sesampainya di depan rumah, tersangka melihat ada empat unit sepeda motor yang sedang di parkir di halaman rumah tersebut.


Salah satunya adalah satu unit sepeda motor Yamaha Mio warna hitam dengan Nomor Polisi DR 6646 LC, Noka: MH328D30CAJ085849 dan Nomor Mesin: 28D-2085932 milik saksi Husnul Pahmi yang saat itu kunci kontaknya masih tercantol di sepeda motor sehingga tersangka mengurungkan niatnya untuk meminjam sepeda motor tersebut.  



"Selanjutnya ternyata secara diam-diam tersangka ini mengambil sepeda motor Yamaha Mio warna hitam dengan cara mendorong dan membawanya keluar dari halaman rumah Husnul Pahmi, tersangka lalu menghidupkan mesin sepeda motor dengan menggunakan kunci kontaknya setelah itu tersangka membawanya pergi ke rumah mertuanya di Desa Apitaik, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur untuk disembunyikan dan rencananya sepeda motor tersebut akan digunakan sehari-hari," katanya. Kamis (08/08/2024).



Masih kata dia, mengetahui kronologi dari kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Timur Hendro Wasisto, S.H., M.H bersama Kasi Pidum Syahrur Rahman, S.H. serta Jaksa Fasilitator Widyawati, S.H., dan Edy Setiawan, S,H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice (RJ).



"Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan," ungkapnya.


Selanjutnya sambung dia, usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Timur mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan NTB," imbuhnya.


Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Enen Saribanon, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu (07/08) lalu.



JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyampaikan bahwa Jaksa tidak hanya melakukan penegakan hukum yang sangar dengan hukuman penjara, tetapi juga mengharmoniskan hubungan atau kondisi antara pelaku dan korban seperti semula.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 18 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka. (SN/02)