Terlihat Kelala BPN Lombok Timur, I Komang Suarte saat menerima perwakilan massa aksi yang melakukan aksi unjuk rasa di ruang kerjanya (foto/istimewa) 

SUARANUSRA.COM - Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Timur, I Komang Suarte menerima perwakilan massa aksi demontrasi yang dilakukan oleh LSM Garuda, pemilik lahan mata air Ambung dan puluhan masyarakat. 

Ada beberapa tuntutan yang dilayangkan oleh massa aksi, salah satunya meminta BPN Lombok Timur untuk menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) objek tanah tempat mata air Ambung kepada warga yang bernama Aswadi. 

Atas tuntutan itu, Suarte mengaku pihaknya tidak bisa menerbitkan SHM atas objek tersebut, lantaran masih ada sengketa antara Pemda Lombok Timur dengan Aswadi. "Kami tidak bisa menerbitkan sertifikat atas objek itu, karena di kasus ini ada dua pihak yang masih saling klaim atas pemilikan objek tanah itu," katanya. Rabu (31/07/2024). 

Dengan tegas Suarte membantah tudingan yang dilontarkan jika pihaknya sengaja tidak mau menerbitkan SHM atas nama Aswadi di objek tanah itu. Tapi kata dia, tidak diterbitkannya SHM atas objek tanah itu, tak lain karena alasan pertimbangan hukum. 

"Kalau kami terbitkan SHM atas nama Aswadi sekarang, maka kami yang akan masuk penjara. Kalau tidak ada masalah atau clear and clean, saya memastikannya pasti terbit," papar dia didampingi Kasubbag TU BPN Lombok Timur saat menerima perwakilan massa aksi. 

Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya sudah memfasilitasi antara pihak Aswadi dan Pemda Lombok Timur untuk bertemu guna membahas persoalan itu beberapa waktu lalu. 

Dirinya pun menjanjikan juga, jika dalam waktu dekat dia akan kembali memfasilitasi kedua pihak untuk mencari titik temu atas masalah itu. "Bulan lalu kami sudah fasilitasi kedua belah pihak untuk bertemu. Dan kami juga akan kembali pertemukan kedua belah pihak, karena kami harus di tengah dan bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku," tegasnya. 

Pada pemberitaan sebelumnya, tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pj Bupati Lombok Timur sempat mendatangi langsung mata air Ambung yang terletak di Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela pada (17/06) bulan lalu. 

Pada kesempatan itu, Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK RI, Dian Patria menegaskan jika berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Air, di Pasal 7 disebutkan sumber air tidak bisa dimiliki perorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.

Dengan kata lain dia menegaskan jika mata air Ambung seharusnya dikelola Pemda untuk kebutuhan masyarakat banyak. 

”Sudah ada titik tengah terkait masalah ini. Tapi, jika Pemda membayar tuntutan Pak Aswadi terkait kompensasi air, meskipun satu rupiah, saya akan penjarakan Pak Bupati sekarang juga,” tegasnya waktu itu. 

Ia menyebut mata air itu sejak awal milik negara dan harus kembali pada negara untuk dimanfaatkan masyarakat. "Berbeda halnya dengan tanah yang bisa diperjualbelikan," katanya. 

Lebih jauh, Dian Patria pada waktu itu menegaskan jika pihaknya akan terus melakukan pendampingan pada Pemda Lombok Timur untuk penyelamatan aset milik daerah. 

"KPK akan terus melakukan pendampingan untuk menyelamatkan aset Lotim, agar masyarakat bisa merasakan manfaatnya," katanya waktu itu. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, sengketa antara Pemda Lombok Timur dan warga masyarakat atas nama Aswadi sudah berlangsung sejak 6 tahun silam.

Puncaknya, di tahun 2022 mata air yang terletak di Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku oleh PDAM Lombok Timur, ditutup secara sepihak oleh pihak Aswadi. 

Penutupan itu kuat ditengarai karena karena Pemda Lombok Timur tak kunjung memberikan ganti rugi yang telah disepakati oleh kedua pihak pada tahun 2019 silam. (SN/01)