SUARANUSRA.COM – Salah satu pasien ibu melahirkan atas nama Istiqomah (39) asal Dusun Monjet, Sakra Timur meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif berupa pengangkatan rahim di RSUD dr. R. Soedjono Selong.

Dijelaskan Direktur RSUD Soedjono Selong, dr. H. Hasbi Santoso, M.Kes, tindakan operasi pengangkatan rahim adalah tindakan yang harus dilakukan oleh tenaga medis, jika pasien mengalami gejala tertentu untuk menyelamatkan nyawa dari pasien, tapi tetap harus berdasarkan persetujuan dari keluarga pasien.

“Dalam konteks kejadian ini, tenaga medis kami terpaksa melakukan tindakan operasi itu, dengan tentu berdasarkan persetujuan dari keluarga pasien, dalam hal ini suami dari pasien yang dibuktikan dengan tanda tangan suami di form consent,” katanya. (24/02/2024).

Terkait dengan peristiwa kematian pasien itu, dr. Hasbi menceritakan kronologi pasien dirujuk hingga menjalani perawatan intensif di RSUD Soedjono Selong.

Papar dia, pada hari Jumat, sekitar Pukul 22.30 Wita, pasien datang atas rujukan dari Puskesmas Lepak Kecamatan Sakra Timur. Setelah itu pasien, langsung dimasukkan ke ruang IGD Ponek, di sana pasien diperiksa dan didapatkan pembukaan jalan lahir sekitar 5 Cm. “Padahal secara teori, normalnya jalan lahir itu hanya 1 Cm,” ucapnya.

Kemudian pada Pukul 22.55 Wita, pasien mengeluh ingin meneran, lalu diperiksa dan didapatkan pembukaan lengkap. Akhirnya bayi lahir di IGD, setelah itu dierikan obat da penanganan, baru kemudian ari dari bayi keluar.

“Setelah ari keluar, ternyata darah tetap mengalir dari jalan lahir dan tidak bisa berhenti sehingga pihak kami merespon dengan memberikan obat-obatan dan tindakan kompresi manual namun pendarahan tetap juga tidak bisa berhent,” paparnya.

Kemudian lanjut dr. Hasbi, sekitar Pukul 00.20 Wita, dokter memberitahukan kondisi pasien kepada suaminya, termasuk juga perihal tindakan pengangkatan rahim dengan tujuan untuk menghentikan pendarahan sesuai standar operasional prosedur (SOP) baku yang ada.

“Setelah mendengar penjelasan dokter, suami pasien menyetujui untuk dilakukan tindakan pengangkatan rahim,” jelasnya.

Selanjutnya, pasien dibawa ke Instalasi Bedah Sentral (IBS) guna dilakukan operasi histerektomi (pengangkatan rahim). “Operasi dimulai sekitar Pukul 01.15 Wita dini hari (17/02) dan selesai operasi sekitar Pukul 02.00 Wita,” ujar dr. Hasbi.

Setelah operasi selesai, selanjutnya pasien langsung dipindahkan ke ruangan ICU dalam keadaan pasien masih belum sadar, sehingga tenaga medis memberikan alat bantu pernafasan dengan memasang ventilator di ruang ICU. “Selain itu, pihak kami langsung memberikan darah 2 kantong dan melanjutkan pemberian 3 kantong darah yang sebelumnya telah diberikan di IBS selama operasi berlangsung,” ungkapnya.

Kemudian setelah diobservasi ketat. Pada hari Sabtu (17/02) sekitar Pukul 08.50 Wita, keadaan pasien sudah mulai kritis lalu pihak kami melakukan RJP (resusitasi jantung paru) tapi ternyata pada sekitar Pukul 09. 10 Wita, pasien dinyatakan meninggal dunia.

“Kami telah berusaha semaksimal mungkin dengan melakukan semua tahapan medis sesuai SOP yang baku. Tapi ternyata Allah punya kehendak lain, dan pasien tidak bisa kami selamatkan,” ungkap dr. Hasbi.

Lanjut dia, pihak keluarga pun telah ikhlas dengan kepergian pasien dan bahkan telah mengucapkan terimakasih kepada jajaran RSUD Soedjono yang telah berusaha keras menyelamatkan nyawa pasien. “Suami korban atas kematian istrinya telah mengikhlaskan dan mengucapkan terimakasih kepada seluruh jajaran RSUD Soedjono atas segala upaya untuk menyelamatkan nyawa istri,” tuturnya.

“Memang secara medis, hamil dan melahirkan di atas usia 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan,” imbuhnya.

Sementara kondisi anak dari pasien yang meninggal dunia itu kata dr. Hasbi lahir dengan kondisi sehat, normal dan tidak ada keluhan. “Alhamdulilah anaknya lahir normal berat 3.400 gram, dalam keadaan normal dan tidak ada keluhan,” paparnya.

Kemudian terkait dengan biaya memang sebesar Rp18 juta. Tapi setelah suaminya menunjukkan kartu BPJS Kesehatan mandiri, setelah dicek ternyata ada tunggakan sebesar Rp4 juta berikut dengan denda, yang kemudian kami sampaikan kepada keluarga pasien.

“Tidak lama kemudian suami korban dan salah satu keluarga dari istri almarhum membayar biaya tunggakan dan denda ke BPJS dan selanjutnya pasie dipulangkan untuk di makamkan,” bebernya.

Dia pun menegaskan, dalam kasus itu tidak ada pihak keluarga yang keberatan baik selama proses tindakan medis dan atau dalam proses pembayaran BPJS Kesehatan. Sebab kata dia, semua dilakukan berdasarkan SOP dan persetujuan dari pihak keluarga pasien. “Kami tegaskan tidak ada pihak keluarga yang keberatan terkait meninggal pasien,” tandasnya.(SNR)